Belum larut malam, mata ini pun masih enggan terpejam. Hening, hening sekali kali ini... Aku duduk di ruang tamu, terdiam dan nyaris tidak melakukan apapun. Ya, hanya duduk... Dan entah kemana pikiranku, saat ini... Akhirnya, aku ingin menulisnya..
Siapa Kamu?
Hai, adik!
Kuharap engkau bisa mengawali membaca ini dengan segaris senyuman, meskipun aku tidak melihatnya, tapi tersenyumlah sedikit. Semoga bisa sedikit meredakan lelahmu saat ini. Terima kasih engkah tetap sekokoh sekarang ini, terima kasih engkau tetap sehebat seperti pertama aku mengenali...
Kuharap engkau bisa mengawali membaca ini dengan segaris senyuman, meskipun aku tidak melihatnya, tapi tersenyumlah sedikit. Semoga bisa sedikit meredakan lelahmu saat ini. Terima kasih engkah tetap sekokoh sekarang ini, terima kasih engkau tetap sehebat seperti pertama aku mengenali...
Adek gua mana Bang?
Lagi rehat kan? Sini, duduk sebentar, izinkan untuk kesekian kalinya aku ditemani adik kecil ini. Meskipun mungkin di beberapa kata yang kuketik disini sudah pernah kau temui sebelumnya. Tapi biarlah, bisa jadi aku yang kehabisan kata untuk mengungkapkannya.
Adikku,
Entahlah, aku membaca keadaan yang sudah tak terlukiskan setelah ceasefire berakhir. Sejak saat itu aku sering kehabisan kata, engkaupun seakan telah kesulitan mendeskripsikan lagi betapa pilunya sejauh matamu melihat, seradius apapun telingamu mendengar. Semua seakan menjadi untold story yang tak bisa lagi diutarakan.
Aku juga memahami, aku juga terluka mendengar semua yang terjadi di sana, meskipun lukaku mungkin tak sedalam lukamu yang menyentuh langsung di medan laganya. Ketika kita saling terhubung dalam obrolan... Kadang, aku merasa harus berempati untuk menjaga kata-kata. Kadang, aku ingin sedikit mengalihkan kejenuhan adikku setelah seharian penuh bergulat dengan berbagai macam kekacauan disana.
Mungkin tulisan kali ini pun tak tahu arahnya, aku juga merasa kalau aku kesulitan menggali apa yang ada di benakku saat ini. Entah benar atau salah, seakan aku masih mengganjal, aku merasa membuatmu marah dalam beberapa hari kemarin. Apakah itu yang membuatku kepikiran sampai saat ini? Bisa jadi, tapi entahlah... Untuk kesekian kalinya, maafin gua bang...
Adik kecilku, masih capek? Jangan berdiri dulu, biar kutarik tanganmu untuk duduk kembali selama beberapa puluh detik lagi. Ya, aku masih ingin duduk bersamamu agak lama lagi. Meskipun, aku tahu tak banyak makanan yang bisa kua nikmati setiap hari...Ya, aku masih ingin mengulur waktu agar adik kecilku ini memperoleh banyak energi lagi.
Wahai bocil kesayangan, mungkin di dudukmu kali ini, yang mungkin membaca tulisan ini hanya menghabiskan waktumu saja, aku hanya ingin berterima kasih, aku hanya ingin minta maaf...
Terima kasih...
Telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini, terima kasih selalu menjadi orang yang membanggakan, terima kasih tetap menjadi orang yang tak lelah berjuang. Terima kasih tetap menjadi adik kecil yang tak pernah mengecewakan, terima kasih masih menjadi adek nemu yang selalu menjengkelkan...
Maaf...
Jika kemarin aku sempat membuatmu marah. Maaf jika beberapa hari yang lalu kata-kataku membuatmu jengah. Ingatkan aku jika salah, jelaskan saja jika aku tak tahu.. Sekali lagi, maafin gua ya bang...
Pada akhirnya,
Adik kecilku harus kembali menunaikan tugas, adik kecilku harus kembali berdiri untuk menolong mereka-mereka lagi. Boleh bang, boleh kok... Gua kasih pinjam adek gua buat Gaza. Kasih senyum dulu, peluk dulu.. Terima kasih sudah sehebat ini, aku sangat bersyukur Allah kasih Mario Harizki di garis hidupku ini.
Selamat berjuang kembali Adik! Jangan lupa pulang, jangan lupa juga kasih kabar! Awas lu, hehehe
Hug!
Abangmu.
0 Komentar